JOGJAFLIGHT.COM – Sejarah penerbangan Indonesia sudah berlangsung cukup lama, sejak masa pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia. Dunia penerbangan di Indonesia terus mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan zaman.

Saat ini, di Indonesia telah beroperasi sejumlah maskapai penerbangan sipil dan komersil. Selain juga ada aktivitas penerbangan militer.

Unsur pokok penerbangan yaitu bandar udara pun terus dibangun. Saat ini hamper di setiap provinsi ada bandara. Bahkan ada beberapa provinsi yang memiliki dua atau lebih bandara.

SEJARAH PENERBANGAN MILITER INDONESIA

Berdasarkan catatan yang ada, penerbangan pertama kali di wilayah Nusantara tepatnya di Surabaya terjadi pada 19 Februari 1913. Penerbangan ini merupakan penerbangan militer dengan penerbang asal Belanda bernama Hilgers.

Pesawat yang digunakan untuk uji coba penerbangan ini didatangkan langsung dari Belanda, dengan cara diangkut menggunakan kapal laut.

Namun, sejarah mencatat uji coba penerbangan sipil pertama di wilayah Nusantara gagal, karena pesawat jatuh di kampung Beliwerti. Peristiwa ini tercatat sebagai kecelakaan pesawat pertama di Tanah Air.

Satu tahun berselang, yaitu pada 1914, pemerintah Hindia Belanda membentuk Proef Vlieg Afdeling (PVA). Ini merupakan bagian penerbangan percobaan yang dikomandani oleh H. Ter Poorten.

Sejak saat itu, percobaan demi percobaan penerbangan terus dilakukan. Selain itu juga dilakukan pengembangan teknologi dan pelatihan penerbang.

Percobaan yang dilakukan memang ada yang mengalami kegagalan. Tercatat puluhan personel KNIL (Koninklijke Nederlands Indische Leger) yang tewas dalam usaha perintisan penerbangan militer. Namun pemerintah Hindia Belanda semakin optimis terhadap masa depan penerbangan tanah koloni.

Hingga pada tahun 1924, dilakukan uii coba penerbangan pertama dari Amsterdam ke Batavia. Uji coba dilakukan dengan pesawat jenis fokker.

Penerbangan ini membutuhkan waktu tempuh selama 55 hari dengan berhenti di 20 kota. Penerbangan yang tentunya melelahkan ini akhirnya sampai di lapangan terbang Cililitan. Penerbangan lintas negara bahkan benua ini dilakukan dalam rangka upaya merintis jalur udara yang nantinya menguntungkan pemerintah kolonial Belanda baik secara militer maupun komersil.

Perlahan tapi pasti, pemerintah kolonial Belanda terus membangun pangkalan militer udara di banyak tempat, terutama di Jawa. Tercatat pada tahun 1920 sudah ada beberapa lapangan terbang seperti Cililitan di Jakarta, Kalijati di Subang, dan Sukamiskin di Bandung. Tahun 1930-an sampai awal 1940-an menjadi periode paling subur dalam pembangunan pangkalan-pangkalan militer udara.

Sampai awal tahun 1940-an, setidaknya sudah berdiri pangkalan militer udara seperti Kalibanteng di Semarang (kini bandara Achmad Yani), Panasan di Surakarta (kini Adi Soemarmo), Maguwo di Sleman Yogyakarta (kini Adi Sucipto), Bugis di Malang (kini Abdurachman Shaleh), Maospati di Madiun (kini Iswahyudi), Morokrembangan di Surabaya (ditutup sejak tahun 1960-an), Pandanwangi di Lumajang, Jatiwangi di Cirebon, Andir di Bandung (kini Husein Sastranegara), Polonia di Medan (kini Lanud Suwandi), Kadieng di Makassar (sekarang Sultan Hasanuddin), dan Sepinggan di Balikpapan (kini Sultan Aji Muhammad Sulaiman).

SEJARAH PENERBANGAN KOMERSIL INDONESIA

Kiprah penerbangan komersil di Indonesia dimulai sejak dekade ketiga abad 20. Hal ini ditandai dengan berdirinya KNILM (Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij) pada tahun 1928, sebuah perusahaan maskapai penerbangan komersil di Hindia Belanda yang sahamnya terdiri dari hasil patungan berbagai perusahaan Eropa seperti Deli Maatschappy, Nederlandse Handel Maatschappy, KLM (Koninklijk Luchvaart Maatschappij), pemerintah Hindia Belanda, dan beberapa perusahaan dagang lainnya yang memiliki kepentingan di Hindia Belanda.

KLM sendiri merupakan perusahaan penerbangan Kerajaan Belanda yang diberdiri pada 7 Oktober 1919 di Den Haag. Berkat KLM, Belanda menjadi salah satu pengarung angkasa terbesar di Dunia. KLM merupakan induk dari KNILM yang merupakan cabang di Hindia Belanda.

Munculnya KNILM menjadi tonggak baru perkembangan penerbangan di Indonesia saat itu. KNILM mengenalkan sistem penerbangan berjadwal pertama di Hindia Belanda.

Di antara jadwal penerbangan yang ada yaitu Batavia-Bandung satu kali dalam seminggu, Batavia-Surabaya satu hari sekali dengan transit di Semarang. Kemudian ada juga rute Batavia-Palembang-Pekanbaru-Medan dengan frekuensi satu kali seminggu. Bahkan ada pula rute Batavia hingga Singapura dan Australia. Rute-rute yang ada menandakan bahwa sejak masa itu sudah ada bandara di kota-kota seperti Bandung, Semarang, Surabaya, Pekanbar, Medan, Palembang, dan sebagainya.

Pada periode-periode awal, pesawat penerbangan komersil yang digunakan masih jenis fokker seperti Fokker F.VIIb, Fokker F.XII yang hanya muat sekitar 2-5 orang. Pesawat ini awalnya hanya digunakan untuk keperluan bisnis khususnya mengangkut kantong-kantong surat.

Namun sejak tahun 1930-an mulai digunakan untuk mengangkut penumpang manusia walaupun masih dalam jumlah terbatas. Seiring berjalannya waktu, mulai berkembang jenis pesawat DC seperti 3 Douglas DC-3, 4 Douglas DC-5, dan Sikorsky S-43 yang memiliki daya tampung penumpang lebih banyak hingga puluhan orang

Disinggung sebelumnya bahwa KNILM juga menjalankan rute penerbangan hingga Singapura dan Australia.

Ini menandakan bahwa sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, Nusantara sudah memiliki bandara internasional yaitu Bandara Kemayoran Batavia. Bandara ini mulai beroperasi pada tahun 1940.

Babak baru penerbangan komersial dimulai kembali tahun 1950-an. Mulai stabilnya kondisi sosial politik mengakibatkan penerbangan komersil bergeliat kembali. Pada tahun 1950 pemerintah Indonesia mendirikan Garuda Indonesia Airways (GIA), sebuah perusahaan penerbangan nasional pertama di masa kemerdekaan.

GIA adalah perusahaan penerbangan yang secara prosesual merupakan hasil nasionalisasi sebagian aset KNILM melalui diplomasi dengan perusahaan induk Belanda (KLM) pada tahun 1954.

Pasca nasionalisasi, GIA tidak serta merta menjadi maskapai unggulan di Indonesia. Tahun 1950-an, penerbangan di Indonesia masih didominasi penerbangan asing seperti British overseas Airways Corporation (BOAC) dari Inggris, Quantas dari Australia, Air India International dari India, Scandinava Airlines System (SAS), Transport Airlines Intercontinenteux (TAI) dari Perancis, Malayan Airways dari Malaya dan Union of Burma Airways (UBA) dari Birma.

GIA mulai menunjukkan eksistensinya sejak akhir 1950-an setelah pemerintah Indonesia mengesahkan UU Nasionalisasi Tahun 1958. Melalui undang-undang ini, pemerintah memberi dukungan penuh pada GIA dalam bentuk bantuan modal pembelian beberapa pesawat komersil. Hasilnya, hingga saat ini GIA menjadi maskapai penerbangan paling prestisius di Indonesia.

sejarah penerbangan
Pesawat Garuda Indonesia Airways (sumber: https://cdn-2.tstatic.net/wartakota/foto/bank/images/20180602-maskapai-garuda-indonesia_20180602_214643.jpg)

Dalam sejarah penerbangan komersial Indonesia, tahun 1950-an menjadi tonggak bangkitnya dunia penerbangan nasional. Dunia penerbangan komersial mengalami kemajuan cukup pesat dan berlanjut hingga periode-periode selanjutnya.

BIla ditengok ke belakang dalam konteks global, hal ini rupanya selaras dengan kemajuan sejarah penerbangan di dunia. Perang Dunia II (1939-1945) telah menstimulus negara-negara modern saling berlomba menciptakan amunisi mutakhir yang salah satunya termanifestasikan dalam pembuatan pesawat-pesawat militer super canggih.

Perang dengan kekuatan udara yang paling menentukan ini telah mempengaruhi laju perkembangan penerbangan baik militer maupun komersial di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia.

Berkembangnya dunia penerbangan pada akhirnya mampu menjadi semacam “jembatan” yang membuat jarak antar kota, antar negara bahkan antar benua menjadi sangat dekat dan cepat.

Hadirnya penerbangan militer sejak kolonial Belanda dan Jepang pada akirnya turut memberi sumbangan pada lahirnya kekuatan udara bangsa Indonesia. Adapun berkembangnya penerbangan komersil juga telah meningkatkan arus mobilitas horizontal yang kian meluas, tidak hanya tingkat lokal, nasional, tetapi juga global.

Relasi dan konektivitas sosial, politik, ekonomi dan budaya semakin terbentuk luas. Hubungan titik satu dan titik lain yang dulunya cukup sulit, kini semakin mudah. Geografis atau belahan dunia yang awalnya terasa jauh kini layaknya “teras” di rumah sendiri seiring lahirnya dunia penerbangan baik militer maupun komersil.

Singkat cerita, itulah sejarah penerbangan Indonesia dari awal perkembangan sampai lahirnya maskapai Garuda Indonesia.

 

Disadur dari Kompas.com dengan beberapa perubahan

==========================

Tertarik bekerja di dunia penerbangan Indonesia? Yuk gabung dengan sekolah penerbangan terbaik, Jogja Flight Indonesia

Segera hubungi hotline WA kami di 0878-7720-1021 atau langsung klik pendaftaran online DISINI